Sabtu, 31 Desember 2016

Mengapa Banyak Membeli Terompet?

Tentang tahun baru, saya dan anak-anak ada perbincangan kecil yang akhirnya berlabuh pada nasihat yang saya berharap dari nasehat-nasehat sederhana ini, kelak menjadi sesuatu yang akan terus dikenang dan diterapkan dalam kehidupannya.

Ma, mengapa banyak pedagang terompet?

Biasa anakku, mereka berjualan karena banyak orang membutuhkannya saat malam pergantian tahun.

Tapi untuk apa mereka membeli banyak terompet, memangnya tidak berisik?

Yach, begitulah. Mungkin cara itu membuat mereka bahagia

Tapi, Ma. kenapa mama tidak belikan aku terompet?

Memangnya untuk apa, manfaatnya apa, dan kalau tidak beli kenapa?"sayapun balik bertanya dan itu membuat mereka nyengir kuda.

 Ma, kata teman-temanku mereka akan begadang menunggu jam 12 malam, maksudnya apa sich?

Mereka akan menghabiskan tahun ini dan mereka ingin menjadi orang pertma yang menyambut datangnya tahun baru.

Trus manfaatnya apa, mending tidur saja, toh mau disambut atau tidak disambut, tahun lama tetap akan diganti dengan tahun yang baru?

Lah itu dia, manfaatnya tidak ada, buang duit, buang tenaga, buang waktu dan dosa malah bertambah lagi

Loh, kok bisa begitu? 

Dan sayapun tersenyum seraya menatap ata-mata ketiga buah hati saya yang lucu dan lugu, Si Radit 10 th, Faris 6 tahun dan Zahraa 4 tahun.
Anak-anak saya memang lugu dan jauh dari kata gaul. Berbeda dengan anak-anak lain yang sejak kecil mereka sudah dibiasakan oleh orang tuanya untuk berhura-hura merayakan tahun baru dengan berbagai cara, dari mulai membelikan terompet, mengijinkan begadang demi ikut acara makan-makan atau bakar-bakaran, atau sekedar ngumpul di alun-alun kota sambil memborong petasan/kembang api, dan berbagai cara lainnya. 
Tapi meski tidak gaul, saya justru bangga dan tak hentinya berdoa, semoga saja mereka istiqomah hingga dewasa untuk tidak melirik apalagi ikut-ikutan merayakan hari yang tidak jelas apa manfaatnya.

Apa sajakah yang dilakukan anak-anak saat malam tahun baru? 

Seperti biasa, kita ngobrol dan bercanda bersama sambil menunggu waktu shalat isya', setelah para lelakiku shalat jamaah di Masjid, merekapun tidur seperti biasa tanpa ada beban dan tanpa ada rasa penasaran tentang apa yang terjadi di luar sana. Padahal, sungguh di luar sana sangatlah ramai, suara petasan bersahutan, alunan musik orkesan di belakang rumah sembari acara bakar-bakar plus makan-makan. Jalanan tak pernah sepi, karena hampir semua ikut larut dalam perayaan malam pergantian tahun. 

Pesanku untuk anak-anakku

Anakku, 
Jika kelak kamu mulai mengerti dan memahami akan kehidupan di luar sana, akan tradisi yang biasa dijalankan oleh orang-orang di luar sana
Mungkin saat itu kalian akan bertanya, kenapa orang tuaku tidak ikut merayakan? Kenapa orang tuaku tidak membelikanku terompet, petasan atau kembang api? Kenapa orang tuaku tidak membawaku bersenang-senang di pusat kota? Kenapa dan mengapa?
Anak-anakku,
Jawaban kami jelas, kami tidak ingin dan tidak akan pernah ikut merayakan apa yang Allah Subhanallahu Wa Taala dan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam tidak contohkan.
Kami juga berharap, kalian tidak pernah tergoda apalagi sekedar ikut-ikutan apayang kalian tidak tahu apa manfaatnya. Oleh karena itulah, sejak kecil kami tidka pernah membiasakan membeli terompet, petasan atau kembang api di moment tersebut. Bahkan kamipun tidak tergoda untuk membawamu bersenang-senang apalagi begadang di pusat-pusat kota yang saat itu tengah dilanda historia.
Tahukah anakku, Rasulullah Saw pernah mewanti-wanti kita dalam haditsnya, yang artinya :
Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menyerupa suatu kaum, maka dia termasuk di antara mereka. (HR Abu Daud)

Nah, jika demikian? masihkah kalian berani melanggarnya dengan ikut-ikutan orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam merayakan malam pergantian tahun?
Hari Raya kita yang diperbolehkan Rasulullah
Dari Anas, ia berkata: Ketika Rasulullah saw datang ke Madinah, penduduknya mempunyai dua hari yang biasa dirayakan (Nairuz dan Mihrajan). Tanya Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ada apa dengan dua hari itu?” Mereka menjawab: “Kami sudah biasa merayakannya sejak zaman jahiliyyah.” Sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu hari Adlha dan hari Fithri.” (Sunan Abi Dawud kitab as-shalat bab shalat al-‘idain no. 1136 dan Sunan an-Nasa`i kitab shalat al-‘idain no. 1567).
 
Tags : #TahunBaru #Akhirtahun #MalamTahunBaru #TahunBarudalamislam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar