Kamis, 05 Januari 2017

Anak Ranking Satu? Biasa Aja Tuch

Saya termasuk ibu yang paling santai dan hampir tidak pernah menuntut anak untuk mendapat nilai 100 apalagi bisa duduk di peringkat atau ranking 3 besar. Bahkan saya sering tekankan pada anak-anak saya, bahwa sekolah itu adalah tempat mereka menuntut ilmu dan bersosialisasi. "Bersenang-senanglah dan nikmati proses belajarmu, karena masa itu tidak akan lama. Jangan karena memburu nilai dan peringkat kelas, lantas kamu merasa tertekan, stres atau kehilangan kebahagiaanmu sebagai anak-anak." Namun yang namanya anak, dia masih saja gampang takut dan selalu ingin tampil perfect di hadapan gurunya sehingga seringkali merasa sedih ketika nilainya anjlok atau kurang menguasai pelajaran. Namun saya tidak capek menasehatinya agar santai dan jangan pernah menjadikan pelajaran sekolah sebagai beban, apalagi sampai membuatnya kehilangan waktu bermainnya.

Ketika sengang, saya sering ngobrol dengan sulung (10 tahun). Dia menceritakan sikap orang tua teman-temannya ketika mereka mendapatkan nilai jelek. Dia sendiri tahu dari teman-teman yang mungkin curhat setelah dimarahi orang tuanya, gegara nilai ulangannya yang harus ditandatangani orang tua sebelum disetor ke gurunya. Dari ceritanya, saya melihat ada kebahagiaan tersendiri punya ibu kayak saya (ciee... karena buat saya nilai jelek bukanlah masalah besar apalagi kiamat). Saya mah langsung tanda tangani ulangan Radit, tapi yach.. tetep saja ada ngomelnya sedikit. Kalau teman-temannya sich, katanya ada yang diomelin, ada yang dipukul bahkan ada yang uang jajannya dipotong. Ya udah dech, menurut saya sich, setiap orang tua memiliki kebijakan sendiri dalam mendidik anaknya dan pastinya mereka inginkan yang terbaik.
Sikap lunak saya terhadap anak-anak memang berlaku untuk urusan sekolah, namun tidak untuk masalah sholat. Untuk masalah yang satu ini, saya sangat tegas dan bahkan tak segan-segan menghukumnya jika sampai tidak memperhatikan waktu shalat. Buat saya, nilai jelek tidak masalah, kurang menguasai pelajaran juga tidak terlalu masalah, tapi jika dia lupa atau mengabaikan waktu shalat, maka sayapun tidak segan-segan memukulnya. 
Alhamdulillah, kombinasi sikap saya tersebut membuat Radit, sulung saya menjadi pribadi yang tak terlalu berambisi, santai, namun lumayan penuh tanggung jawab. Ketika selesai ulangan, sayapun mencoba bertanya, "Gimana hasil ulangannya, kayaknya ada peningkatan nggak?"
"Pasti dong, kayaknya nanti aku ranking I dech,"ujarnya santai namun terlihat optimis
"Kok bisa? jangan GR dong,"saya mengingatkan
"dari hasil ulangan, nilainya kayaknya saya yang tinggi, lihat saja nanti, "ujarnya.
Dan hasilnya, sungguh menakjubkan sekaligus membanggakan ketika Gurunya mengumumkan nama anak-anak yang berprestasi di kelasnya. Ternyata beneran Radit Rangking I, padahal biasanya selalu krasan di angka ke 2 atau 3. Memang dua temannya ini sama-sama kuatnya, ketiganya selalu salip-salipan, tapi selisihnya tidak pernah banyak, antara 3-1. Jadi menurut saya ketiganya memang sama hebatnya. Selamat buat anak-anakku, semoga persahabatan kalian langgeng dan kalian tetap berprestasi. Jangan sombong dan tetaplah rendah hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar